Kesenian dan Perlengkapan Ibadat dalam Agama Katolik

searchpengertian.com | Pada kesempatan kali ini admin akan membagikan kesenian religius dan perlengkapan ibadat dalam agama Katolik. Semoga apa yang admin bagikan kali ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi tentang kesenian religius dan perlengkapan ibadat dalam agama Katolik. Dan harapannya, apa yang admin bagikan kali ini dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dalam memahami kesenian religius dan perlengkapan ibadat dalam agama Katolik.

Kesenian dan Perlengkapan Ibadat dalam Agama Katolik

Martabat Kesenian Religius

Pada budidaya rohani manusia yang paling luhur sangat wajarlah digolongkan seni indah, terutama kesenian religius beserta puncaknya, yakni kesenian Liturgi. Pada kehendaknya kesenian Liturgi itu dimaksudkan untuk dengan cara terutama mengungkapkan keindahan Allah yang tak terperikan dalam karya manusia. Liturgi pula semakin dikhususkan bagi Allah dan untuk memajukan puji-syukur serta kemuliaan-Nya membantu manusia sedapat mungkin mengangkat hatinya kepada Allah.

Maka dari itu Bunda Gereja yang mulia senantiasa bersikao terbuka terhadap seni indah. Gereja selalu berusaha menemukan pelayanannya yang luhur, terutama supaya perlengkapan ibadat suci sungguh menjadi layak, terutama supaya perlengkapan ibadat suci sungguh menjadi layak, indah dan permai, merupakan tanda dan lambang kenyataan sorgawi; dan untuk itu Gereja selalu membina para seniman. Bahkan tepalah Gereja selalu memandang diri berhak menilai seni indah, dan menetapkan manakah di antara karya para seniman yang selaras dengan iman, ketaqwaan dan hukum-hukum keagamaan yang tradisional, serta yang cocok untuk digunakan dalam ibadat.

Secara istimewa Gereja mengusahakan supaya perlengkapan ibadat secara layak dan indah menyemarakkan ibadat, dengan mengzinkan dalam bahan, bentuk atau motif hiasan perubahan-perubaha, yang berkat kemajuan tehnik muncul di sepanjang sejarah. Maka mengenai hal-hal itu para Bapa Konsili berkenan menetapkan pokok-pokok berikut.

Corak-corak artistik

Gereja tidak menganggap satu corak kesenian pun sebagai khas bagi dirinya. Melainkan seraya memperhatinkan sifat-perangai dan situasi para bangsa dan kebutuhan-kebutuhan pelbagai Ritus Gereja menyambut baik bentuk-bentuk kesenian setiap zaman, serta mengusahakan agar di sepanjang zaman kita sekarang, pun kesenian semua bangsa dan daerah, hendaknya diberi kelulusan dalam Gereja, asal dengan khidmat dan hormat sebagaimana harunya mengabdi kepada kesucian gereja-gereja dan ritus-ritus. Dengan demikian kesenian diharapkan dapat mengabungkan suaranya pada kidung pujian yang mengagumkan, yang di masa lampau oleh para seniman yang ulung telah dianjungkan kepada iman katolik. Dalam memajukan dan mendukung kesenian ibadat para Pemimpin Gereja hendaknya berusaha memperhatinkan pertama-tama keindahan yang luhur dan bukan kemewahan. Itu hendaknya berlaku juga bagi busana dan hiasan-hiasan untuk ibadat.

Hendaknya para Uskup sungguh berusaha untuk mencegah, jangan sampai rumah-rumah Allah dan tempat-tempat ibadat lainnya kemasukan karya-karya para seniman, yang bertantangan dengan iman serta kesusilaan dan dengan kesalehan kristiani, ataupun menyinggung cita-rasa keagamaan yang sejati entah karena bentuknya serba jelek, entah karena kurangnya mutu seni, entah karena hanya setengah-tengah atau tiruan belaka. Dalam mendirikan gereja-gereja hendaknya diusahakan dengan saksama, supaya gedung-gedung itu memadai untuk menyelenggarkan upacara-upacara Liturgi dan memungkinkan Umat beriman ikut-serta secara aktif.

Gambar-gambar dan patung-patung

Kebiasaan menempatkan gambar-gambar atau patung-patung kudus dalam gereja dihormati oleh kaum beriman hendaknya dilestarikan. Tetapi jumblahnya jangan berlebih-lebih, dan hendaknya disusun dengan laras, supaya jangan terasa janggal oleh Umat kristiani, dan jangan memungkinkan timbulnya devosi yang kurang tepat. 

Untuk menilai karya-karya seni hendaknya para Uskup mendengarkan Panitia keuskupan untuk Kesenian Liturgi, dan bila perlu juga pakar-pakar lain, serta Panitia-panitia yang disebutkan dalam art. 44,45,46. Hendaknya para Pemimpin Gereja menjaga dengan saksama, jangan sampai perlengkapan ibadat atau karya-karya seni, yang merupakan hiasan rumah Allah, dipindah- tangankan atau rusak.

Pembinaan para seniman

Hendaknya para Uskup entah mereka sendiri, atau melalui para imam yang cocok untuk tugas itu, mahir dan mempunyai minat besar terhadap kesenian memberi perhatian kepada para seniman, supaya mereka diresapi semangat kesenian ibadat dan Liturgi suci. Selain itu dianjurkan, supaya di daerah-daerah yang kiranya memerlukannya didirikan sekolah-sekolah atau akademi-akademi kesenian ibadat untuk membina para seniman. Semua seniman, yang terdorong oleh bakat mereka bermaksud mengabdikan diri kepada kemuliaan Allah dalam Gereja suci, hendaknya selalu ingat, bahwa mereka dipanggil untuk dengan cara tertentu meneladan Allah Pencipta, dan menghadapi karya-karya yang dikhususkan bagi ibadat katolik, bagi pembinaan serta ketaqwaan Umat beriman, dan bagi pendidikan keagmaan mereka.

Peninjauan kembali peraturan tentang kesenian ibadat

Bersama dengan peninjauan kembali buku-buku liturgi menurut kaidah art. 25, hendaknya Hukum serta ketetapan-ketetapan Gereja mengenai benda-benda perlengkapan ibadat pun selekas mungkin ditinjau kembali. Adapun peraturan-peraturan itu terutama mengangkut pembangunan rumah-rumah ibadat yang pantas dan cocok, mengenai bentuk dan pembuatan altar, mengenai keagungan, penempatan serta keamanan tabernakel untuk Ekaristi suci, mengenai letak panti Baptis yang baik dan kelayakannya, begitu pula mengenai cara memperlakukan dengan tepat gambar-gambar atau patung-patung kudus, hiasan maupun pajangan. Apa saja yang kiranya kurang cocok dengan Liturgi baru hendaknya diperbaiki atau ditiadakan. Sedangkan apa pun yang memajukannya dilestarikan atau ditambahkan.

Dalam hal itu, terutama berkenan dengan bahan dan bentuk perlengkapan serta pakaian ibadat, diberikan wewenang kepada Konfirmasi Uskup sewilayah, untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan serta adat-istiadat setempat, menurut kaidah atr. 22 Konstitusi ini.

Pembinaan kesenian kaum rohaniawan

Selama menekuni studi filsafah dan teologi, para rohaniawan hendaknya mendapat pelajaran tentang sejarah kesenian gerejawi serta perkembangannya, pun juga tentang azas-azas yang sehat, yang harus mendasari karya-karya kesenian itu. Dengan demikian mereka akan menghargai dan menjaga lestarinya peninggalan-peninggalan Gereja yang terhormat, dan akan mampu memberi nasehat-nasehat yang cocok kepada para seniman untuk mengajarkan karya mereka.

Penggunaan lambang-lambang jabatan Uskup

Sesudah sepantanyalah lambang-lambang jabatan Uskup hanya boleh dikenakan oleh para rohaniawan, yang ditandai oleh materi episkopal, atau mempunyai suatu yuridiksi istimewa.