Pengertian dan Sejarah Permainan Gulat dalam PJOK (Revisi)

searchpengertian.com | Pada kesempatan kali ini admin akan membagikan tentang pengertian dan sejarah permainan gulat dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. Semoga apa yang admin bagikan kali ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi pembelajaran tentang pengertian dan sejarah permainan gulat dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. Dan harapannya, apa yang admin bagikan kali ini dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dalam memahami pengertian dan sejarah permainan gulat dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan.

Pengertian dan Sejarah Permainan Gulat dalam PJOK (Revisi)
 www.searchpengertian.com

Pengertian Gulat

Gulat merupakan salah satu cabang olahraga beladiri individu yang berasal dari yunani-romawi. Gulat adalah kontak fisik antara dua orang, di mana salah seorang pegulat harus menjatuhkan atau dapat mengontrol musuh mereka. Olahraga gulat indentik dengan dua orang yang saling berhadapan dan berusaha untuk mengungguli lawanya dengan cara menarik, mendorong, membanting, menjegal, dan mengunci sampai punggung lawan menempel di atas matras. Teknik-teknik pada dalam gulat dapat menyebabkan luka yang serius.

Klasifikasi Gulat

Ada dua gaya yang dipertandingkan olahraga gulat yaitu; gaya Bebas (Freestyle) dan gaya Romawi Yunani (Greeco Roman).

Gulat Gaya Bebas (Freestyle)

Dalam gulat gaya bebas, pegulat dapat menggunakan kali dan boleh memegang lawan baik di atas maupun di bawah pinggang. Olahraga gulat gaya bebas terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu: tangkapan kaki, tangkapan satu kaki, tangkapan dua kaki, tarikan lengan, bantingan bahu, bantingan leher, bantingan lengan, kayang depan, kayang samping, kayang belakang (zubless).
Batasan permainan untuk gaya bebas yaitu seorang pegulat diperbolehkan menangkap kaki lawan, mengkait kaki lawan, dan menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan atau menggunakan seluruh bagian anggota badan untuk melakukan serangan, dengan kata lain bahwa dalam gaya bebas, atlet diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan untuk melakukan serangan.
Teknik dan tangkapan dua kaki merupakan teknik dasar gulat gaya bebas yang sering digunakan dalam setiap latihan dan pertandingan, karena jika seorang pegulat berhasil melakukan teknik tangkapan dalam latihan atau pertandingan maka seorang pegulat dengan mudah untuk mengungguli lawannya, secara analisis gerak pada saat melakukan teknik tangkapan dua kaki, melangkah dengan cepat untuk menjangkau lawan dan lengan menangkap paha bagian belakang, posisi kepala tegak dan menempel di samping pinggang, disaat yang bersamaan kedua paha lawan ditarik sampai lawan terjatuh di atas matras.

Gulat Gaya Romawi Yunani (Greeco Roman)

Dalam Gulat Yunani-Romawi, yunani, seorang pegulat dilarang keras dibawah garis pinggang atau mengkait kaki lawan atau menggunakan kaki secara aktif untuk melakukan suatu gerakan. Gaya Greeco Roman tidak boleh menyerang bagian tungkai baik dengan menggunakan tangan maupun kaki. Demikian pula tidak boleh menggunakan tungkai secara aktif dalam melakukan gerakan atau teknik serangan,contohnya melakukan sapuan kaki seperti dalam olahraga judo.

Pada gaya romawi yunani (greeco roman) terdapat berbagai teknik serangan atas yaitu : bantingan pinggang, bantingan leher, bantingan lengan, bantingan sway, kayang depan, kayang samping, zubless dll. Seorang pegulat harus menguasai teknik serangan, counter, dan bertahan baik untuk mengungguli lawannya,
Untuk melakukan teknik diatas maka perlu di tunjang unsur-unsur kondisi fisik, peran komponen kondisi fisik terlihat sangat menonjol dalam olahraga gulat dan pada level pertandingan tertentu olahraga gulat berlangsung sangat dinamis. Seorang pegulat di level tersebut harus dapat menggunakan berbagai teknik pergumulan atau pergulatan dengan dukungan fisik yang prima, karena biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Olahraga gulat mempertandingkan 2 macam gaya yaitu gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi. Gulat gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi masing-masing meliputi kelas-kelas :
  1. Kelas 48 kg
  2. Kelas 52 kg
  3. Kelas 57 kg      
  4. Kelas 62 kg  
  5. Kelas 68 kg  
  6. Kelas 74 kg
  7. Kelas 82 kg
  8. Kelas 90 kg
  9. Kelas 100 kg
  10. Kelas 100 kg, + (over + 100 kg).

Sejarah Permainan Gulat 


Berdasarkan fakta -fakta sejarah, gulat adalah cabang olahraga yang cukup tua umurnya. Di bawah ini diuraikan secara singkat sejarah gulat yang sebagian besar diikuti dari buku The Olympic Guide dan ditambah juga dari buku Der Freis Ringkamf Handbuchfur Trainer und Ubungsliter serta wawancara dengan anggota pengurus persatuan Gulat Seluruh Indonesia tingkat pusat dan daerah.

Zaman Prasejarah

Pada tahun 2500 SM gulat telah menjadi suatu mata pelajaran di suatu sekolah di negara Cina. Begitu juga sekitar tahun 2050 SM gulat telah dipelajari oleh orang-orang Mesir. Hal ini ketahui berdasarkan peninggalan bangsa Mesir pada waktu itu. Salah satu peninggalannya tersebut berupa gambar-gambar yang menunjukkan teknik-teknik bergulat yang terdapat pada dinding Raja Bani Hasan. Selain itu sejarah juga menunjukkan bahwa negara-negara lain terdapat suatu jenis perkelahian yang serupa dengan bentuk-bentuk bergulat, seperti Sumo di Jepang, Glima di Iceland, Sohwingen di Swiss, Lancasshire di Scotch, Gumberland di Irish, Caterhras Chath Can di Amerika Serikat dan Greco Roman di Yunani.

Olympiade

Sejak Olympiade kuno, gulat telah menjadi suatu acara pertandingan, walaupun acara tersebut diadakan di dalam acara Penthalon. Peserta yang mengikuti pertandingan Pentahlon itu harus mengikuti pertandingan lompat jauh, lempar lembing, lari cepat, lempar cakram dan bergulat.

Pada Olympiade – I tahun 1896 di Athena, gulat gaya Yunani-Romawi menjadi suatu acara pertandingan tersendiri. Pegulat-pegulat tuan rumah pada umumnya memenangkan pertandingan. Hal ini disebabkan karena peraturan yang dipakai pada waktu itu tidak sama dengan peraturan yang dipakai di negara-negara peserta. Setelah itu pada setiap penyelenggaraan Olympiade, tuan rumah yang selalu menentukan peraturan pertandingan yang ditentukan. Bahkan gaya gulat yang dipertandingkan tuan rumah juga yang menentukannya, walaupun negara peserta lainnya belum menguasai gaya gulat itu.

Pada Olympiade – III tahun 1904 di St. Louis, Amerika Serikat maka acara pertandingan gulat hanya untuk gaya catehras catch can saja. Gaya gulat ini sangat digemari oleh rakyat Amerika Serikat sementara negara-negara lain merasa kecewa karena mereka pada umumnya mempelajari gaya Yunani-Romawi. Memang antara kedua gaya ini sangat jauh perbedaannya. Dalam gulat gaya Yunani-Romawi, peserta hanya diperbolehkan menyerang lawan dari batas pinggang ke atas dan tidak boleh menggunakan kaki sebagai alat untuk menyerang. Sedangkan gulat gaya catch as catch can hampir semua tangkapan diperbolehkan, malahan kunci-kunci mematahkan lawan juga diperbolehkan.

Inggris sebagai tuan rumah Olympiade IV tahun 1908, mengadakan pertandingan gulat untuk dua gaya yaitu Yunani-Romawi dan catch as catch can. Diluar dugaan Amerika Serikat sebagai juara gaya catch as catch can mendapat perlawanan yang keras dari negara-negara yang berasal dari Eropa. Meskipun demikian kekacauan dari negara peserta masih ada sebab peraturan pertandingan belum seragam.

Peraturan gulat internasional baru diadakan pada Olympiade XI tahun 1936 di Berlin, Jerman. Pada waktu itu juga dibentuk Federasi Gulat Internasional atau Federation Internationale de Lutte Amateur (FILA). Sejak itu FILA memperbaiki peraturan gulat internasional.

Perkembangan Gulat di Indonesia


sejak sebelum Perang Dunia II, Indonesia sudah mengenal gulat internasional. Gulat ini dibawa oleh tentara Belanda. Masyarakat Indonesia ketika itu mengenal gulat sebagai tontonan di pasar malam atau pada pesta-pesta di kota besar sebagai acara hiburan.

Tahun 1941 – 1945 sewaktu Indonesia diduduki tentara Jepang, seni bela diri Jepang seperti Judo, Sumo dan Kempo masuk pula ke Indonesia, sehingga gulat secara berangsur-angsur menjadi hilang.

Tahun 1959 di Bandung pernah diadakan pertandingan gulat bayaran antara Batling Ong melawan Muh. Kunyu dari Pakistan. Dari Pakistan pertandingan itu mendapat perhatian yang cukup besar dari pencadu olahraga gulat di Indonesia, khususnya masyarakat di kota Bandung. Pertandingan itu diselenggarakan oleh PERTIGU (Persatuan Tinju dan Gulat), suatu wadah olahraga amatir dan profesional tinju dan gulat di Indonesia. Mengingat pada waktu itu pemerintah dalam hal ini menteri olahraga tidak membernarkan adanya Organisasi Olahraga Tinju dan Gulat bayaran. Terlebih-lebih dengan adanya kebutuhan nasional dimana Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, maka ketua OC Asian Games menunjuk Kolonel CPM R. Rusli (sekarang Mayjen Purn), untuk membentuk suatu organisasi gulat amatir. Maksudnya Pemerintah berkeinginan agar Indonesia dapat menerjunkan pada pegulatnya dalam arena Asian Games IV itu. Kol. Rusli yang mendapatkan mandat dari Ketua OC Asian Games IV tahun 1962 itu segera melaksanakan tugasnya. Dihubunginya beberapa tokoh olahraga yang ada di Bandung diantaranya Batling Ong, Ong Sik Lok, M.Cc. M.F. Siregar, M.Sc., H.B. Alisahbana dan Abdul Djalil.

Selain beberapa kali mengadakan pertemuan di rumah Kol. R. Rusli di jalan Supratman Bandung, maka tepatnya pada tanggal 7 Pebruari 1960 didirikanlah sebuah organisasi gulat amatir Indonesia dengan nama Persatuan Gulat Seluruh Indonesia yang disingkat PGSI.

Dengan adanya kejuaraan dunia di Yokohama tahun 1961, maka PGSI mengadakan seleksi nasional untuk menentukan tim Indonesia ke kejuaraan dunia yang berlangsung pada bulan Juni 1961.

Empat pegulat terpilih dalam seleksi itu untuk mewakili Indonesia yaitu Rachman Firdaus (kelas 68 kg gaya bebas) Yoseph Taliwongso (kelas 68 kg gaya Yunani-Romawi) Sudrajat (kelas 62 kg gaya bebas) ketiganya dari Bandung, seoran gdari Yogyakarta yakni Elias Margio (kelas 62 kg gaya Yunani). Mereka ini didampingi oleh Kapten Obos Purwono sebagai tim manajer serta Batling Ong sebagai pelatih.

Dalam PON V tahun 1961 di Bandung olahraga gulat termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dengan mengambil tempat di Bioskop Varia (sekarang Nusantara). Daerah-daerah yang telah mempunyai pengurus mengirimkan para pegulatnya juga. Namun Jawa Barat tetap memborong medali terbanyak.

Tahun 1962 Asian Games IV berlangsung di Jakarta. Indonesia menurunkan para pegulatnya secara full team, mulai dari kelas 52 kg sampai dengan 87 kg. Prestasi para pegulat kita belum begitu menggembirakan, Indonesia hanya meraih 2 medali perunggu melalui gulat Mujari (kelas 52 kg) dan Rachman Firdaus (kelas 63 kg) yang keduanya bertanding dalam gaya Yunani-Romawi.

Dalam Ganefo I (Games of The New Emerging Forces) yang berlangsung di Jakarta tahun 1963, Indonesia juga mengikutsertakan pegulatnya. Yoseph Taliwongoso yang bertanding di kelas 70 kg, gaya Yunani-Romawi berhasil meraih medali perak, sedangkan Suharto kelas 97 kg, meraih perunggu.

Tahun 1964 PB. PGSI mengirimkan para pegulatnya ke RRC dan Korea Utara untuk menambah pengalaman. Diantara para pegulat yang dikirimkan itu ialah Rachman Firdaus, Joseph Taliwongso, Bambang Kantong, Saut Tambunan dan Wachmana.

Tahun 1965 menjelang diselenggarakannya PON VI di Jakarta, muncul pegulat-pegulat yang penuh bakat, seperti Suparman Hamid, Tigor Siahaan, Johny Gozali. Sayang para pegulat ini belum sempat menampilkan kebolehannya dalam arena PON VI yang batal karena situasi politik dan mengakibatkkan tersendat-sendatnya kemajuan para pegulat Indonesia.

Tahun 1966 menjelang Asian Games V di Bangkok, PGSI mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Setelah melakukan seleksi yang ketat terpilih pegulat-pegulat Rachman Firdaus, S.H., Ir. Suparman Hamid dan Ir. Saut Tambunan untuk memperkuat kontingen Indonesia.

Tahun 1967, diselenggarakan kejuaraan nasional di Surabaya, kesempatan ini merupakan yang terakhir kalinya dihadiri oleh Bapak Gulat Indonesia Batling Ong Hong Liong.

Tahun 1968, merupakan tahun yang sepi bagi PGSI karena tidak adanya kegiatan tingkat nasional. Kesempatan ini diarahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi PON VII tahun 1969 di Surabaya.

Tahun 1969, diadakan PON VII di Surabaya dimana para pegulat dari daerah-daerah Sumatera Utara, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengukur kekuatannya dalam arena tersebut. Daam PON VII ini terlihat olahraga gulat semakin berkembang bahkan muncul pula wajah-wajah baru yang penuh semangat dan berbakat.

Tahun 1970, PGSI mendapat kesempatan lagi untuk ambil bagian dalam Asian Games VI di Bangkok. Untuk itu PGSI mulai menyusun tim dengan terlebih dahulu mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Para pegulat yang terpilih adalah Tigor Siahaan, Sampurno, Darmanto, dan Johny Gozali, namun kali ini gulat juga belum berhasil memperoleh medali untuk disumbangkan di pangkuan Ibu Pertiwi.

Tahun 1971, untuk pertama kalinya dan ternyata merupakan terakhir kalinya gulat dipertandingkan pula dalam POM (pkean Olahraga Mahasiswa) di Palembang.

Tahun 1972, menjelang PON VIII di Jakarta, terlebih dahulu diadakan babak kualifikasi bagi daerah-daerah yang akan ikut serta dalam PON. Untuk pelaksanaannya tahun itu juga PGSI menyelenggarakan kejuaraan Nasional di Medan dan bagi pegulat yang lolos dari babak kualifikasi dapat ikut serta dalam PON VIII tahun 1973 di Jakarta.

Dalam PON VIII ini pula dipertandingkan gulat dalam 2 nomor yakni gaya Yunani-Romawi dan gaya bebas.

Tahun 1973, ini PGSI juga kembali ikut serta dalam kejuaraan gulat di Glanbator, Mongolia dan tim Indonesia terdiri dari Tigor Siahaan, Syampurno, Johny Gozali dan Darmanto.

Selain itu kegiatan internasional yagn diikuti oleh para pegulat kita adalah :
  1. Tahun 1974 Asian Games VII di Teheran, PGSI mengirimkan pegulat Tigor Siahaan kelas 48 kg dan Johny Gozali kelas 62 kg ; kejuaraan dunia tahun 1978 di Mexico PGSI menerjunkan pegulat-pegulat Suwarto kelas 57 kg, Alfan Sulaiman kelas 62 kg, Tahi Sihombing kelas 68 kg dan Eddy Santoso kelas 74 kg.
  2. Tahun 1980, di Rumania PGSI mengirimkan pegulat Suwarto kelas 57 kg, Edison kelas 62 kg dan Alfan Sulaiman kelas 68 kg.
  3. Tahun 1982, Asian Games IX di New Delhi, PGSI mengirimkan Rubianto Hado kela s48 kg, Rusdi kelas 57 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 62 kg.
Sejak pembentukannya tahun 1960 PGSI telah banyak melakukan kegiatan baik lokal, nasional maupun internasional. Frekuensi pertandingan bertambah dan daerah baru PGSI juga bertambah.

Saat ini di seluruh Indonesia PGSI mempunyai 17 Pengda :
  1. Pengda PGSI Sumatera Utara, jalan Karantina 50 Medan,
  2. Pengda PGSI Sumatera Barat, jalan Arief Rahman Hakim 6 Padang
  3. Pengda PGSI Riau, Kepala Kantor Kecamatan Tebing Tinggi di Selat Panjang
  4. Pengda PGSI Sumatera Selatan, GOR KONI Sumatera Selatan jalan Kapten A. Rivai Palembang
  5. Pengda PGSI Jawa Barat, jalan Aceh 47- 49 Bandung
  6. Pengda PGSI DKI Jaya, Manajer Stadion Utama Senayan Pintu 8 Jakarta
  7. Pengda PGSI Jawa Tengah, SGO jalan Atmodirono 2/4 Semarang.
  8. Pengda PGSI D.I. Yogyakarta, jalan Dr. Wahidin 20 Yogyakarta
  9. Pengda PGSI Jawa Timur, jalan Ngagel Timur II/30 Surabaya
  10. Pengda PGSI Kalimantan Tengah , SMOA Negeri Palangkaraya
  11. Pengda PGSI Kalimantan Selatan, Kantor Depdikbud Kecamatan Banjar Barat jalan Batu Tiban Banjarmasin.
  12. Pengda PGSI Kalimantan Timur, SGO Negeri Samarinda jalan pahlawan Samarinda
  13. Pengda PGSI Sulawesi Utara, KONI Propinsi Sulawesi Utara jalan A. Yani Manado.
  14. Pengda PGSI Sulawesi Selatan, jalan Hatimurah 2 Ujung Pandang
  15. Pengda PGSI Sulawesi Tengah, Sdr. Suwardji SKKP negeri palu.
  16. Pengda PGSI Sulawesi Tenggara, Sdr. Watimena jalan Fajarmerantau Kendari.
  17. Pengda PGSI Irian Jaya, KONI Irian Jaya Jayapura.

Buka Peraturan, Teknik, dan Penilaian Gulat di Link Berikut!