Teks Cerpen | Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang pengertian dan contoh komplikasi dalam teks cerpen. Semoga apa yang admin bagikan ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi tentang pengertian dan contoh komplikasi dalam teks cerpen. Dan harapannya apa yang admin bagikan ini dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan belajar anak didik dalam memahami tentang pengertian dan contoh komplikasi dalam teks cerpen. Semoga bermanfaat dan terima kasih.
Pengertian Komplikasi
Komplikasi adalah memuat masalah atau konflik yang terdapat dalam cerita. Konflik dapat berkaitan langsung dengan tokoh atau konflik yang terjadi di lingkungan sekitar tokoh (tidak berkaitan langsung dengan tokoh).
Contoh Komplikasi
Di bawah ini beberapa contoh paragraf komplikasi dalam pembelajaran teks cerpen. Silakan kalian simak dengan baik contoh komplikasi tersebut.
Komplikasi 1
"Mbok, Bapak mana?" tanya anak itu mengalihkan pertanyaan.
"O, Bapak mencari Joko Kendil. Nanti, ia akan pulang membawa kendil yang berisi nasi."
Anak
itu tersenyum puas mendengar kata nasi digabungkan dengan Joko Kendil,
pahlawannya. Kemudian, ia mengerak-gerakkan kakinya sambil bermain-main
dengan tetek ibunya yang kendur dan kering itu.
Sebentar-bentar,
ia menguap, tetapi perutnya tak mengizinkan matanya terkatup. Apalagi
ia teringat lagi hal itu, ia mulai lagi merengek-rengek, "Mbok, maem!"
Ibunya
menceritakan dongeng Timin Mas, anak gadis seperti Atun yang melarikan
diri dari kejaran "buto ijo" dengan membawa tiga benda sakti, yang jika
dilemparkan, berubah jadi rintangan yang menghambat dan akhirnya
membinasakan raksasa galak itu. Akhirnya di cerita itu ialah Timun Mas
kawin dengan pangeran negerinya dengan pesta besar-besaran dengan
perjamuan makan lezat dan minum yang segar seperti kelapa muda.
Atun
sudah puas sejurus lamanya mengenangkan makanan dan minuman yang
enak-enak yang dihidangkan pada pesta perkawinan Timun Mas. Akan tetapi
beberapa saat kemudian, ia mulai lagi mengulangi pertanyaan yang lama,
"Mbok, Bapak mana, Mbok?" Maka jawab Mbok Kromo dengan sabar, "O, Bapak
pergi ke pesta Timun Mas. Nanti ia pulang membawa berkatan nasi kuning
dengan nasi-nasi lezat. Daging gule kambing yang penuh lemak; bukan
daging keong yang liat dan apak."
Atun sangat gembira mendengar
janji ibunya itu dan makin ribut ia mengerak-gerakkan kakinya sambil
memilin-milin puting buah dada ibunya yang lembek.
Tetapi akhirnya, ia
minta makan juga sambil menguap-nguap mengantuk. Tak lama kemudian
dengan sabar ibunya mencoba mengalihkan perhatian anaknya dengan dongeng
Si Kancil Cerdik yang diterkam oleh harimau, tetapi dapat menyelamatkan
dirinya, karena sedang mengaku menjaga kuil dodol Nabi Sulaiman,
padahal yang ada di dekatnya itu tahi kerbau. Pada akhir cerita itu,
Atun sudah tidak dapat mengatasi kantuknya lagi dan tertidur sambil
berpengan pada ibunya dan mengular kedinginan. Sebentar-sebentar,
kesunyian teratak itu diselingi bunyi perut yang menggiling dengan
sia-sia.
Desa Padas termasuk daerah yang aman. sebagaimana adat di
desa, senantiasa diadakan penjagaan malam juga oleh penduduknya
sendiri. Pada jam 12 tengah malam, Simin dan Paidin jaga digardu di
sudut desaitu. Mereka sudah membicarakan selamatan yang terakhir
diadakan empat bulan sudah mereka tidak diundang keselamatan pada jaman
paceklik ini?
Tiba-tiba bulu mereka berdiri, percakapan mereka
tercekik oleh ketakutan. Burung kulik-kulik berbunyi sebentar-bentar
dengan irama teratur.
"Kulik-kulik, kulik-kulik, kulik-kulik."
Komplikasi 2
Bekal
pendidikan Ibu dari desa kurang. Hanya kemauan dan bimbingan ayahku
selama hidup saja yang memberi semangat Ibu untuk membesarkan
anak-anaknya.
"Aku
tidak ingin membawa anak-anakku ke desa kembali," ujar ibuku kepada
tetangga-tetangga yang datang. "Aku akan membesarkan anak-anakku di
kota. Bersekolah dan kelak mereka akan meneruskan perjuangan ayah
mereka."
Ibu
mulai dengan memperbaiki lubang-lubang bekas tembakan peluru di rumah
penginapan tempat usaha ayah yang sering dijadikan pertemuan tokoh-tokoh
politik, lalu memperbaiki kasur, ranjang, dan kamar yang rusak karena
ditempati tentara-tentara.
Kami
mulai makan dengan beras jagung. Kami mulai dengan pakaian
tambal-tambal bekas jahitan. Ibu mulai menjahit dan mendatangkan
saudaranya dari kampung untuk membantu mengurus segala hal untuk
perusahaan ini.
Banyak
yang dilakukan ibuku untuk menghidupi anak-anaknya menghadapi zaman
darurat ini. Membuka kamar murah hanya menghampar tikar. Kadang-kadang
Ibu sampai malam hari menjahit pakaian dan menjualnya di pasar-pasar,
juga menitipkan barang dagangan kepada anak-anaknya untuk dijual di
sekolah.
Dari
hasil inilah kami melata. Aku senang melihat ibuku membangun kembali
perusahaan ayah, sebuah penginapan, berupa bangunan tua dengan
kamar-kamar sederhana.
Orang-orang
tadinya mencela dan meragukan Ibu yang masih belum cukup pengalaman,
berasal dari desa, sekolah pun tak sampai tamat, bisa membangun kembali
puing-puing perusahaan Ayah akibat perang. Akan tetapi, kemajuan demi
kemajuan terjadi. Penghasilan dari losmen inilah yang membiayai kami
sekolah.
Komplikasi 3
Komplikasi 3
Aku
berlari ke arah kursi setelah memahami maksudnya. Ia menuyuruhku
mengambil keranjang rotan. Nenek tidak mau lagi menolongku. Dengan susah
payah aku menyeret kursi berukir dekat meja makan ke bawah keranjang
rotan.
"Hati-hati, Maman, nanti lecet kursi antikku!" pekik Nenek.
Aku
menoleh dan kulihat muka Nenek tidak manis, justru masam. Mengapa Nenek
memusuhi aku? Apakah kesalahanku selama ini? Hatiku menjadi sedih. Saat
itu aku ingin sekali dekat dengan Ibu.
Lepas
magrib Ibu dan Ayah pulang dari sawah Nenek dan Kakek. Keduanya
membantu mengolah sawah tanpa mendapat bagian padi. Hal ini termasuk
kewajiban anak dan menantu di dalam keluarga.
"Kau sudah makan, Maman?" tanya Ibu begitu tiba di rumah.
"Belum, Bu."
"Belum? Mengapa?
"Nenek
tidak mau menolong mengambilkan keranjang. Aku sendiri tidak dapat
menjangkau tempat makanku. Nenek menyuruhku menggunakan kursi antiknya,
tetapi aku tidak boleh menyeret benda mahal itu. Kata Nenek, kursi
antiknya tidak boleh lecet."
"Tak apa-apa, nenekmu sedang sakit, Nak."
Sekali
lagi ibuku memaafkan tindakan Nenek meskipun mengetahui buah hatinya
kelaparan sejak pukul 6 pagi sampai lepas magrib. Ibu memelukku
kuat-kuat sambil membisikkan kata-kata manis untuk menghibur hatiku yang
tersinggung. "Man, jangan kau ceritakan kepada ayahmu kejadian di rumah
hari ini, ya sayang?"
"Mengapa, Bu?"
"Kasihan ayahmu lelah di sawah. Jangan kau susahkan hatinya. Kita tidak boleh menambah berat bebannya."
"Buuu ...," aku tidak melanjutkan kalimatku.
"Hmmm, apa, Nak?"
"Oh, tidak, Bu, tak apa-apa."
Keesokan
harinya, usai salat subuh kudengar orang bertengkar di paun. Yang
disebut paun oleh penduduk dusun Tanjung Serian ialah seluruh ruangan
yang ada di sekitar dapur. Aku berlari ke pintu tengah, antara ruang
besar dan paun. kulihat Nenek berkacak pinggang sedang memberondong Ayah
dengan kata-kata pedas dan kasar.
"Keluarkan ranjang jati dari kamar yang kalian tunggu!"
"Baik, sekarang juga aku akan keluarkan."
Ayah bergegas menuju kamar yang mereka tunggu. Ibu terkejut.
"Ada apa, Abang?"
"Mak meminta ranjang jati ini, Rum."
"Oh ya, kasihan saja, Bang." Suara Ibu tetap tenang.
Aku
tidak melihat suatu perubahan pada air mukanya. Ucapannya sesuai dengan
kata hatinya.Nenek menuju kamar yang ditempati ayah dan ibu. Sambil
berkacak pinggang, dia membentak, "Segera keluarkan ranjang jati itu!"
Komplikasi 4
Komplikasi 4
Dia
masih memiliki warisan sebuah rumah desa yang meskipun sudah tua dan
tidak terpelihara akan dapat dijadikannya tempat tinggal di hari tua.
Dan juga tegalan barang sepetak dua petak masih ada juga. Pasti semuanya
itu dapat diaturnya dengan anak jauhnya di desa. Pasti mereka semuanya
dengan senang hati akan menolongnya mempersiapkan semua itu. Orang desa
semua tulus hatinya. Tidak seperti kebanyakan orang kota, pikirnya.
Sedikit-sedikit duit, putusnya.
Maka
dikemukakannya ini kepada majikannya, Majikannya beserta seluruh
anggota keluarganya yang hanya terdiri dari suami istri dan dua orang
anak protes keras dengan keputusan Mbok Jah. Mbok Jah sudah menjadi
bagian yang nyata dan hidup sekali di rumah tangga ini, kata Ndoro
Putri. Selain itu, siapa yang akan mendampingi si Kedono dan si Kedini
yang sudah beranjak dewasa., desah Ndoro Kakung. "Wah sepi lho, Mbok,
kalau tidak ada kamu. Lagi, pula siapa yang dapat bikin sambel terasi
yang begitu sedap selain kamu, Mbok " tukas Kedini dan Kedono.
Pokoknya
keluarga majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi,
keputusan Mbok Jah sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda
tua yang tidak berdaya. Hingga jauh malam mereka tawar-menawar.
Akhirnya, diputuskan suatu jalan tengah. Mbok Jah akan turun gunung dua
kali dalam setahun, yaitu pada waktu Sekaten dan waktu Idul Fitri.
Mereka
lantas setuju dengan jalan tengah itu. Mbok Jah menepati janjinya.
Waktu Sekaten dan Idul Fitri, dia memang datang. Seluruh keluarga
Mulyono senang setiap kali dia datang. Bahkan, Kedono dan Kedini selalu
rela ikut menemaninya duduk-duduk menglesat di halaman masjid kraton
untuk mendengarkan suara gamelan Sekaten yang hanya bersembunyi
tang-tung-tang-tung-grombyang itu. Malah lama kelamaan mereka dapat ikut
larut dan menikmati suana Sekaten di amsjid itu.
"Kok suaranya aneh ya, mbok. Tidak seperti gamelan kelenengan biasanya."
"Ya, tidak Gus, Den Rara. Ini gending keramatnya Kanjeng Nabi."
"Lha, ya tidak. Kalau mau mendengarkan dengan nikmat, pejamkan mata kalian. Nanti kalian akan dapat masuk.'
Komplikasi 5
Via termenung. Ya, seperti ucapan Bi Jum ada benarnya juga. Bude Laras dan Bulik Prita, saudara Bunda mengasuh sendiri anak-anaknya. Meskipun mereka berdua juga bekerja di kantor. Sementara Via diasuhb Eyang.
"Bingung, ya? Via, umumnya seorang anak memang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena alasan tertentu, ada juga anak yang tinggal dengan orang lain."
"Dan alasan itu karena mereka tidak mau repot mengasuh anaknya, kan?" potong Via sengit.
"Mmm, sebaiknya Via cari tahu sendiri ya, jawabannya. Nanti Eyang beritahu caranya.
Via menatap Eyang tak berkedip. Dengan seyum tak tersunggingdi bibir, Eyang beranjak mengambil kertas dan bolpoin.
"Dulu, kalau Eyang kecewa terhadap seseorang, Eyang menulis semua hal tentang orang tersebut. Semua kenangan yang manis ataun pun yang tidak menyenangkan. Biasanya begitu selesai menulis, hati Eyang lega. Pikiran pun menjadi jernih. Sehingga Eyang bisa menilai orang itu dengan tepat. Via mau mencoba cara ini? Tulisan kenangan tentang Bunda. Mudah-mudahan Via akan menemukan jawaban. Eyang ke dapur dulu, ya."
Begitu Eyang berlalu, Via meremas kertas. Untuk apa menulis kenangan tentang Bunda? Bikin tambah kesal saja. Plung! Via melempar kertas ke tempat basah.
Langit begitu biru. Via menatap gumpalan awan putih yang berarak. Dulu Bunda bercerita awan itu berlari karena takut digelitik angin. Kenangan Via kembali ke masa kecil. Bunda selalu mendongeng menjelang tidur. Bunda selalu memandikan dan menyuapinya. Tugas itu tidak pernah digantikan pembantu, meskipun Bunda juga bekerja di kantor.
Tiba-tiba jam kerja Bunda bertambah , karena hari Sabtu libur. Bunda tiba di rumah paling awal pukul 17.20. Kini Via lebih banyak bersama pembantu. Suatu ketika Bunda pulang lebih awal karena tidak enak badan. Saat itu waktu buat Via tidur siang. Namun pembantu mengajaknya main ke rumah tetangga. Bunda marah dan pembantu ketakutan maka pembantu itu memilih untuk keluar.
Komplikasi 5
Via termenung. Ya, seperti ucapan Bi Jum ada benarnya juga. Bude Laras dan Bulik Prita, saudara Bunda mengasuh sendiri anak-anaknya. Meskipun mereka berdua juga bekerja di kantor. Sementara Via diasuhb Eyang.
"Bingung, ya? Via, umumnya seorang anak memang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena alasan tertentu, ada juga anak yang tinggal dengan orang lain."
"Dan alasan itu karena mereka tidak mau repot mengasuh anaknya, kan?" potong Via sengit.
"Mmm, sebaiknya Via cari tahu sendiri ya, jawabannya. Nanti Eyang beritahu caranya.
Via menatap Eyang tak berkedip. Dengan seyum tak tersunggingdi bibir, Eyang beranjak mengambil kertas dan bolpoin.
"Dulu, kalau Eyang kecewa terhadap seseorang, Eyang menulis semua hal tentang orang tersebut. Semua kenangan yang manis ataun pun yang tidak menyenangkan. Biasanya begitu selesai menulis, hati Eyang lega. Pikiran pun menjadi jernih. Sehingga Eyang bisa menilai orang itu dengan tepat. Via mau mencoba cara ini? Tulisan kenangan tentang Bunda. Mudah-mudahan Via akan menemukan jawaban. Eyang ke dapur dulu, ya."
Begitu Eyang berlalu, Via meremas kertas. Untuk apa menulis kenangan tentang Bunda? Bikin tambah kesal saja. Plung! Via melempar kertas ke tempat basah.
Langit begitu biru. Via menatap gumpalan awan putih yang berarak. Dulu Bunda bercerita awan itu berlari karena takut digelitik angin. Kenangan Via kembali ke masa kecil. Bunda selalu mendongeng menjelang tidur. Bunda selalu memandikan dan menyuapinya. Tugas itu tidak pernah digantikan pembantu, meskipun Bunda juga bekerja di kantor.
Tiba-tiba jam kerja Bunda bertambah , karena hari Sabtu libur. Bunda tiba di rumah paling awal pukul 17.20. Kini Via lebih banyak bersama pembantu. Suatu ketika Bunda pulang lebih awal karena tidak enak badan. Saat itu waktu buat Via tidur siang. Namun pembantu mengajaknya main ke rumah tetangga. Bunda marah dan pembantu ketakutan maka pembantu itu memilih untuk keluar.