Pengertian Remaja dan Perkembangannya Menurut Aspek Psikologi

searchpengertian.com | Pada kesempatan kali ini admin akan membagikan pengertian remaja dan perkembangan remaja menurut aspek psikologi. Semoga apa yang admin bagikan kali ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi tentang pengertian remaja dan perkembangan remaja menurut aspek psikologi. Dan harapannya, apa yang admin bagikan kali ini dapat memberikan dampak positif baik bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dalam memahami pengertian remaja dan perkembangan remaja menurut aspek psikologi.

Pengertian Remaja dan Perkembangannya Menurut Aspek Psikologi

Pengertian Remaja

Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara umum usia remaja dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu remaja awal, (12-14 tahun), remaja tengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-24 tahun). 

Secara psikologi masa remaja adalah usia di mana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) memunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.

Aspek-Aspek Perkembangan Remaja

Menurut Elisabet Hurlock, berdasarkan psikologi perkembangan remaja meliputi beberapa aspek. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.


1. Perubahan Fisik Selama Masa Remaja

Perubahan fisik selama masa remaja, secara fisik remaja akan mengalami perubahan badan baik tinggi maupun berat badannya, selain itu juga terjadi penguatan otot-otot. Dalam aspek fisik juga akan mengalami perkembangan dalam organ seksual maupun ciri-ciri seksual yang semakin dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan. 

2. Keadaan Emosi Selama Remaja

Pola emosi pada masa remaja adalah sama dengan pola emosi kana-kanak. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai anak kecil atau secara tidak adil membuat remaja sangat marah dibandingkan dengan hal-hal lain. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu. 

3. Minat Remaja

Minat remaja pada umumnya memiliki minat-minat khusus yaitu minat rekreasi, minat sosial, dan minat pribadi, minat pada pendidikan, minat pada agama, minat pada pekerjaan dan minat pada simbol status. Minat rekreasi antara lain merupakan hobi, menonton, membaca, olahraga, bersantai, berpergian dan lain sebagainya. Minat sosial antara lain merupakan pesta, percakapan, menolong orang lain, kritik dan pembaruan, mencoba obat terlarang, minum-minuman keras dan lain-lain. Minat pribadi antara lain adalah penampilan pada diri sendiri, minat dalam hal berpakaian.

Minat pendidikan dipengaruhi oleh faktor sikap teman-teman sebaya dan sikap orang tua. Minat dalam pekerjaan laki-laki lebih mengutamakan dalam memikirkan pekerjaan untuk masa depan dibandingkan dengan perempuan yang bekerja hanya sebagai pengisi waktu sebelum menikah. Minat dalam hal simbol status misalnya remaja yang merokok adalah lambang kematangan, minum-minuman keras secara berkelompok dilakukan dalam kelompok sebaya dan lain sebagainya.

Sedangkan minat pada agama, Wagner berpendapat bahwa "Banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin menjadi agnostik atau atheis, melainkan karena mereka ingin menerima agama sebagai suatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri."

4. Perubahan Moral

Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkan berdasarkan suatu hipotesis. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.

5. Minat Seks dan Perilaku Seks

Dengan meningkatnya minat seks, remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk-beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tua. Oleh karena itu, remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, membaca buku tentang seks atau mengadakan percobaan dengan cara masturbasi, bercumbu, atau bersenggama.

6. Peran Seks yang Diakui Selama Masa Remaja

Pendidikan seks di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) penting untuk memupuk konsep mengenai peran laki-laki dan perempuan yang yang tradisional. Pelajaran ini menekankan bahwa peran feminim berorientasi ada keluarga dan bahwa perempuan lebih memperoleh kepuasan sebagai istri, ibu, dan mengatur rumah tangga daripada keberhasilan dalam dunia pengusahan atau dunia profesional. Kalau gadis memberontak terhadap peran perempuan tradisional, mereka tidak saja ditolak oleh lawan jenis tetapi juga oleh gadis-gadis yang lain.

Efek Penggolangan Peran Seks pada Remaja

Penggolongan peran seks memengaruhi perilaku dan sikap anak laki-laki maupun anak perempuan meskipun dalam cara yang berbeda, misalnya:

1. Perasaan Superior Maskulin

Keunggulan maskulin biasanya diungkapkan dengan mengharapkan anak laki-laki berperan sebagai pemimpin dalam suatu kegiatan-kegiatan ini, namun pada umumnya anak laki-laki memainkan peran yang lebih pentig dan lebih bergengsi.

2. Prasangka Seks (Seks Bias)

Prasangka seks atau kecenderungan merendahkan prestasi wanita meskipun prestasi itu menyamai atai melebihi prestasi laki-laki, erat hubungannya dengan perasaan keunggulan maskulin yang berkembang dalam hubungan dengan penggolongan peran seks.

3. Perestasi Rendah

Campbell mengatakan penurunan prestasi perempuan tampaknya karena ia menerima streriotip wanita yang antara lain beranggapan bahwa pandai bukanlah sifat feminim.

4. Takut Berhasil

Prestasi yang rendah dan takut berhasil bukan merupakan ciri khas anak laki-laki, menurut streriotip tradisional berhasil adalah ciri yang menonjol dari laki-laki.