Pengertian Sudut Pandang dan Jenis-Jenisnya dalam Teks Cerpen

Sudut Pandang | Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang pengertian sudut pandang dan jenis-jenis sudut pandang dalam teks cerpen. Semoga apa yang admin bagikan ini dapat membantu anak didik dalam mencari referensi tentang pengertian sudut pandang dan jenis-jenis sudut pandang dalam teks cerpen. Dan harapannya apa yang admin bagikan ini dapat memberikan dampal positif yang baik bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dalam memahami pengertian sudut pandang dan jenis-jenis sudut pandang dalam teks cerpen.

Pengertian Sudut Pandang dan Jenis-Jenisnya dalam Teks Cerpen

Pengertian Sudut Pandang (point of view)

Sudut Pandang (point of view) adalah cara pandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. 

Jenis-Jenis Sudut Pandang (point of view)

Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat digunakan pengarang dalam bercerita.

1. Sudut Pandang Orang Pertama
Sudut pandang orang pertama sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku dan saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita.
2. Sudut Pandang Orang Ketiga
Sudut pandang orang ketiga sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga seperti dia, ia, atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita.
3. Sudut Pandang Pengamat Serba Tahu
Sudut pandang pengamat serba tahu dalam hal ini pengarang bertindak seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh.
4. Sudut Pandang Campuran (Sudut pandang orang pertama dan pengamat serba tahu)
Sudut Pandang Campuran (Sudut pandang orang pertama dan pengamat serba tahu). Pengarang mula-mula menggunakan sudut pandang orang pertama. Selanjutnya, serba tahu dan bagian akhir kembali ke orang pertama.

Jenis-Jenis Sudut Pandang Teks Cerpen

Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat digunakan pengarang dalam teks cerpen. 

1. Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku Utama

Dalam sudut pandang teknik ini, si 'aku' mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang diluar dirinya. Si 'aku' menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang diluar diri si 'aku', peristiwa, tindakan, dan orang. Diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, disamping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian si 'aku' menjadi tokoh utama (first person central).

Contoh:

Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkelai menjadi sedikit teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari  ini juga.

2. Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku Sampingan 

Dalam sudut pandang ini, tokoh 'aku' muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first personal peripheral). Tokoh 'aku' hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian 'dibiarkan' untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita hanya dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudkan menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si 'aku' tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si 'aku' hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si 'aku' pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

Contoh:

Deru beribu-ribu kendaraan yang berlalu-lalang serta amat membisingkan telinga menjadi santapan sehari-hariku setelah tiga bulan aku tinggal di kota metropolitan ini. Memang tak mudah untuk menata hati dan diriku menghadapi suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi pendatang seperti aku. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini. Tapi, kali ini aku tak kuasa untuk menghindar dari tugas ini, yang konon katanya sangat dibutuhkan untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.

Ternyata bukan hanya aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu asramaku, juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana kota Jakarta.

"Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah tidak ada upaya Pemkot DKI untuk mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku seperti dulu asal tidak di kota ini!" umpatnya.

3. Sudut Pandang Orang Ketiga Serba Tahu

Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut 'dia', namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh 'dia' tersebut. Narator mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakangi. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh 'dia' yang satu ke 'dia' yang lain, menceritakan atau sebalikya 'menyembunyikan'  ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.

Contoh:

Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di komplek perumahan ini. Tapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekadar beramah-tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia keluar rumah.

"Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?" celetuk salah seorang tetangganya. "Tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku."

Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang datang berkunjung, dia tidak bakal menyukainya.

4. Sudut Pandang Orang Ketiga Sebagai Pengamat

Dalam sudut pandang 'dia' terbatas, seperti halnya dalam 'dia' mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas hanya dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh 'dia', namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

Contoh:

Entah apa yang terjadi dengannya. Datang-datang ia langsung marah. Memang kelihatannya ia punya banyak masalah. Tapi kalau dilihat dari raut  mukanya, tak hanya itu yang ia rasakan. Tapi sepertinya ia juga sakit. Bibirnya tampak kering, wajahnya pucat, dan rambutnya kusut berminyak  seperti satu minggu tidak terbasuh air. Tak satu pun dari mereka berani untuk menegurnya, takut menambah amarahmya.

Contoh Teks Cerpen
Mbok Jah

Sudah dua tahun, baik pada lebaran maupun Sekaten, Mbok Jah tidak "turun gunung" keluar dari desanya di bilangan Tepus, Gunung Kidul untuk berkunjung ke rumah bekas majikannya, keluarga Mulyono di kota. Meskipun sudah berhenti karena usia tua dan capek menjadi pembantu, Mbok Jah tetap memelihara hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarga itu. Dua puluh tahun telah dilewatinya untuk bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga yang sederhana dan sedang-sedang saja kondisi ekonominya. Gaji yang diterimanya tidak pernah tinggi, cukup saja, tetapi perlakuan yang baik dari seluruh keluarga itu telah memberi rasa aman, tenang, dan tenteram.

Buat seorang janda yang sudah terlalu tua untuk itu, apalah yang dikehendaki lagi selain atap untuk berteduh dan makan serta pakaian yang cukup. Lagi pula anak tunggalnya yang tinggal di Surabaya dan menurut kabar hidup berkecukupan, tidak mau lagi berhubungan dengannya. Tarikan dan pelukan istri dan anak-anaknya rupanya begitu erat melengket hingga mampu melupakan ibunya sama sekali. Tak apa, hiburnya. Di rumah keluarga Mulyono ini dia merasa mendapat semuanya. Akan tetapi, waktu dia mulai merasa semakin renta, tidak sekuat sebelumnya, Mbok Jah merasa dirinya menjadi beban keluarga itu. Dia merasa menjadi buruh tumpangan gratis dan harga dirinya memberontak terhadap keadaan itu. Diputuskannya untuk pulang ke desanya.
Dia masih memiliki warisan sebuah rumah desa yang meskipun sudah tua dan tidak terpelihara akan dapat dijadikannya tempat tinggal di hari tua. Dan juga tegalan barang sepetak dua petak masih ada juga. Pasti semuanya itu dapat diaturnya dengan anak jauhnya di desa. Pasti mereka semuanya dengan senang hati akan menolongnya mempersiapkan semua itu. Orang desa semua tulus hatinya. Tidak seperti kebanyakan orang kota, pikirnya. Sedikit-sedikit duit, putusnya.
Maka dikemukakannya ini kepada majikannya, Majikannya beserta seluruh anggota keluarganya yang hanya terdiri dari suami istri dan dua orang anak protes keras dengan keputusan Mbok Jah. Mbok Jah sudah menjadi bagian yang nyata dan hidup sekali di rumah tangga ini, kata Ndoro Putri. Selain itu, siapa yang akan mendampingi si Kedono dan si Kedini yang sudah beranjak dewasa., desah Ndoro Kakung. "Wah sepi lho, Mbok, kalau tidak ada kamu. Lagi, pula siapa yang dapat bikin sambel terasi yang begitu sedap selain kamu, Mbok " tukas Kedini dan Kedono.
Pokoknya keluarga majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi, keputusan Mbok Jah sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda tua yang tidak berdaya. Hingga jauh malam mereka tawar-menawar. Akhirnya, diputuskan suatu jalan tengah. Mbok Jah akan turun gunung dua kali dalam setahun, yaitu pada waktu Sekaten dan waktu Idul Fitri.
Mereka lantas setuju dengan jalan tengah itu. Mbok Jah menepati janjinya. Waktu Sekaten dan Idul Fitri, dia memang datang. Seluruh keluarga Mulyono senang setiap kali dia datang. Bahkan, Kedono dan Kedini selalu rela ikut menemaninya duduk-duduk menglesat di halaman masjid kraton untuk mendengarkan suara gamelan Sekaten yang hanya bersembunyi tang-tung-tang-tung-grombyang itu. Malah lama kelamaan mereka dapat ikut larut dan menikmati suana Sekaten di amsjid itu.
"Kok suaranya aneh ya, mbok. Tidak seperti gamelan kelenengan biasanya."
"Ya, tidak Gus, Den Rara. Ini gending keramatnya Kanjeng Nabi."
"Lha, ya tidak. Kalau mau mendengarkan dengan nikmat, pejamkan mata kalian. Nanti kalian akan dapat masuk.'
Mereka menurut. Dan betul saja, lama-lama suara gemelan Sekaten itu enak juga didengar.
Selain Sekaten dan Idul Fitri itu, peristiwa menyenangkan dengan kedatangan Mbok Jah ialah oleh-oleh Mbok Jah dari desa. Terutama jadah yang halus, bersih, dan gurih. Kehebatan Mbok Jah menyambal terasi pun juga tak kunjung surut.

Dikutip dari Buku Kreatif Berbahasa dan Bersastra Indonesia. 
Penerbit:Ganeca