Teks Cerpen | Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang pengertian
penokohan, jenis-jenis, dan contoh penokohan dalam teks cerpen. Semoga
apa yang admin bagikan ini dapat membantu anak didik dalam menacri
referensi tentang pengertian penokohan, jenis-jenis, dan contoh
penokohan dalam teks cerpen. Dan harapanya apa yang admin bagikan ini
dapat memberikan dampak positif yang baik bagi perkembangan belajar anak
didik di sekolah, Semoga bermanfaat.
Pengertian Penokohan
Penokohan
adalah pelukisan gambaran jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Pelukisan gambaran tokoh cerita ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperi yang
diekspresikan dalam ucapan dan aspek yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh
adalah individu yang berperan dalam cerita. Tokoh adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai
peristiwa dalam cerita (Sujidman, 1990:79).
Penokohan
merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra. Penokohan adalah
cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita.
Jenis-Jenis Tokoh
Adapun tokoh-tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra, salah satunya adalah cerpen. Tokoh tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tokoh Utama (Protagonis)
Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran utama dalam cerita. Ia terlihat dalam semua bagian cerita. Ia bersifat sentral.
2. Tokoh Berlawanan Tokoh Utama (Antagonis)
Tokoh antagonis berperan mempertajam masalah dan membuat cerita menjadi hidup dan menarik.
3. Tokoh Pelerai (Tritagonis)
Tokoh
pelerai adalah tokoh yang tidak memegang peran utama dalam cerita.
Biasanya ia tidak terlibat dalam semua bagian cerita. Keberadaannya
berperan sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis.
4. Tokoh Bawahan
Tokoh
bawahan adalah tokoh yang disebut figuran yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk
menunjang atau mendukung tokoh utama. Ada kalanya tokoh ini disebut juga
dengan tokoh gagal, badut (the foil) karena hanya bersifat sebagai
penghibur.
Penokohan
adalah pelukisan tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya
termasuk keyakinannya, pandangan hidupnya, dan adat istiadat.
Cara Pengarang Melukiskan Watak Tokoh
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh dalam sebuah cerita, yaitu sebagai berikut.
1. Langsung
Pengarang melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, berkulit putih, langsing, gemuk, pemalas, egois, nakal, dan sebagainya.
2. Tidak Langsung
Pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita. Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, percakapan dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga bisa disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung.
3. Kontekstual
Watak tokoh disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang secara kontekstual.
Ada tiga cara melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita, yaitu sebagai berikut.
a) Cara Analitik
Pengarang menceritakan atau menjelaska watak tokoh cerita secara langsung.
b) Cara dramatik
Pengarang menggambarkan watak tokoh dengan cara berikut.
- Melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh
- Menampilkan dialog antartokoh dan dari dialog-dialog itu akan tampak watak para tokoh cerita, menceritakan tingkah laku perbuatan atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
- Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
- Penggambaran tata kebahasaan tokoh
- Pengungkapan jalan pikiran tokoh
- Penggambaran oleh tokoh lain
c) Cara Gabungan
Menggunakan kedua cara di atas dengan anggapa keduanya bersifat saling melengkapi.
Perhatikan Contoh berikut!
1) Teknik Analitik
Tiada bandingannya pada zaman, bijaksana, arif budiman. Tiada melanggar hadis dan firman, taat kepada Ilahi Rahman ... sekalian larangan tidak berani.
2) Penggambaran Fisik dan Perilaku Tokoh
Kartawi menelan ludah. Ia merasa ada gelombang pasang naik dan menyebar ke seluruh tubuh pembuluh darahnya. Di bawah cahaya lampu listrik 10 watt, wajahnya tampak sangat berat dan kecut.
3) Penggambaran Lingkungan Kehidupan Tokoh
Ruang tamu sudah demikian rusak, berantakan, lebih dari kalau anak-anaknya mengadakan pesta ajojing pada ulang tahun mereka. Sementara itu, Roh dan kedua temannya masih saja ngorok dengan sejahtera.
4) Penggambaran Tata Kebahasaan Tokoh
Mereka hanya mengatakan saya lahir subuh, subuh putri fajar katanya. Tapi, kapan? Kapan? Saya sendiri mana tahu kapan, kalau orang tua saya tidak tahu? Mereka hanya bilang sesudah Jepang pergi. Kapan itu Jepang pergi Nyonya? Mestinya Nyonya dan Tuan mengerti. Mungkin Nyonya bisa tahu.
5) Pengungkapan Jalan Pikiran Tokoh
Ia ingin menemui anak gadisnya itu pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambut dirinya. Dan mungkin ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang dada menerima kepulangannya tanpa ketakutan, ingin ia mendekapnya, dan mencium bau keringatnya.
6) Penggambaran Oleh Tokoh Lain
"Lalu kenapa Kades marah-marah?" Kang Ursin jadi bingung sendiri.
"Kades marah-marah?" Kamsir malah cekikikan. "Asal Akang tahu saja, kemarin juga Kades marah-marah di depan komandan saya. Dia bilang, Camat itu, baru dipindahkan saja sudah macam-macam. Sudah berani banyak tingkah. Lalu setelah Kades pergi komandan saya bilang, pantas saja Kades marah, karena camat baru berani main mata dengan istri mudanya!."
Contoh Teks Cerpen
Ibu dan Bangunan Tua
Orang-orang
di sekitar, terutama yang wanita menjerit. Aku terkejut dan memeluk
ayahku. Ia sudah tak bergerak lagi! Dengus nafasnya sudah tak terdengar
lagi. Ia sudah tiada! Ia meninggal di sini tanpa istri dan anak-anaknya
yang lain. Ia meninggalkan misi kepada ibuku yang harus memperjuangkan
hidup kami, yang masih penuh dengan bimbingan.
Kini
ibu berjuang menghidupi kami bertiga. Ayah tidak menikmati hasil
perjuangannya ketika pasukan Belanda mundur dari Cirebon dan Indonesia
merdeka sepenuhnya!
Orang-orang
bergembira. Tentara-tentara kembali dari hutan ke kota. Mereka berjalan
dengan gagah, membawa senjata seadanya. Pakaiannya seragam dengan
lencana merah putih. Kakakku tertua kembali pula ke rumah.
Bekal
pendidikan Ibu dari desa kurang. Hanya kemauan dan bimbingan ayahku
selama hidup saja yang memberi semangat Ibu untuk membesarkan
anak-anaknya.
"Aku
tidak ingin membawa anak-anakku ke desa kembali," ujar ibuku kepada
tetangga-tetangga yang datang. "Aku akan membesarkan anak-anakku di
kota. Bersekolah dan kelak mereka akan meneruskan perjuangan ayah
mereka."
Ibu
mulai dengan memperbaiki lubang-lubang bekas tembakan peluru di rumah
penginapan tempat usaha ayah yang sering dijadikan pertemuan tokoh-tokoh
politik, lalu memperbaiki kasur, ranjang, dan kamar yang rusak karena
ditempati tentara-tentara.
Kami
mulai makan dengan beras jagung. Kami mulai dengan pakaian
tambal-tambal bekas jahitan. Ibu mulai menjahit dan mendatangkan
saudaranya dari kampung untuk membantu mengurus segala hal untuk
perusahaan ini.
Banyak
yang dilakukan ibuku untuk menghidupi anak-anaknya menghadapi zaman
darurat ini. Membuka kamar murah hanya menghampar tikar. Kadang-kadang
Ibu sampai malam hari menjahit pakaian dan menjualnya di pasar-pasar,
juga menitipkan barang dagangan kepada anak-anaknya untuk dijual di
sekolah.
Dari
hasil inilah kami melata. Aku senang melihat ibuku membangun kembali
perusahaan ayah, sebuah penginapan, berupa bangunan tua dengan
kamar-kamar sederhana.
Orang-orang
tadinya mencela dan meragukan Ibu yang masih belum cukup pengalaman,
berasal dari desa, sekolah pun tak sampai tamat, bisa membangun kembali
puing-puing perusahaan Ayah akibat perang. Akan tetapi, kemajuan demi
kemajuan terjadi. Penghasilan dari losmen inilah yang membiayai kami
sekolah.
Malam itu kudapati Ibu yang kian berkerut karena menghadapi berbagai kesulitan, merenung di kamarnya.
"Kau tidak usah ikut gundah, Nak," ujarnya ketika ia mengetahui wajahku penuh tanda tanya.
"Aku harus tahu kesulitan Ibu," jawabku perlahan. Ibu menarik nafas panjang.
"Baiklah," akhirnya ibuku memutuskan. "Kau tahu Nak, penginapan kita terletak di dekat stasiun kereta api?"
"Ya, Bu. Tamu-tamu juga kebanyakan dari sana," jawabku.
"Nah.
Dalam waktu dekat kita harus berjuang hebat lagi. Kita sekarang
mendapat saingan begitu hebat dari losmen dan hotel-hotel baru. Kita
ketinggalan karena rumah kita sudah terlampau tua. Susah lagi kita
mencari tamu dan mengandalkan pada perusahaan ini."
Tapi karena keuletan Ibu, losmen kita maju dibanding yang lain.
Dikutip dari "Tayuban"
dalam kumpulan cerpen Tiga Kota,
karya Nugroho Notosusanto